Senin, 05 April 2010

KALEIDOSKOP KELUARGA MUSLIM 1430 H [2]




Wacana amandemen UU menuju liberalisasi juga deras mengalir. Salah satu UU yang dibidik kaum liberal adalah UU perkawinan. Untuk itu, pada 3-4 Februari 2009 Komnas Perempuan menggelar Dialog Nasional dengan tema “Mencapai Kebijakan Hukum Keluarga yang Adil dan Setara Gender”. Tujuan dialog nasional untuk mencapai berbagai macam produk hukum dan terobosan melalui peradilan hukum, sehingga prinsip keadilan yang menjadi tujuan dari Islam (versi liberal) sendiri bisa terwujud.

Sementara itu, skala internasional pada 12-17 Februari di The Ultra Modern Prince Hotel, Kuala Lumpur Malaysia menggelar Musawah dengan tema Gerakan global menuntut kesaksamaan dan keadilan dalam keluarga Islam. Musawah sendiri dihadiri lebih dari 250 ulama dan pemikir muslim dari 48 negara (32 orang anggota dari Organisasi Konferensi Islam OIC). Peserta berasal dari berbagai kalangan termasuk akademisi, aktivis, pembuat kebijakan dan praktisi. Salah satu anggota komite perencanaan Musawah dari Indonesia adalah Kamala Chandrakirana dari Komnas Perempuan. Mereka menuntut keadilan dan kesetaraan dalam keluarga muslim, melalui hukum dan kebijakan publik. Fokus yang dituntut dalam Musawah adalah “ Pembaruan Hukum Islam dalam Keluarga Muslim”, terkait: umur perkawinan, izin perkawinan, wali perkawinan, saksi untuk perkawinan, poligami, nusyuz, perceraian, dan kawin mut’ah.”

Apa yang dirumuskan dalam Musawah setali tiga uang dengan rumusan dalam Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI) yang sebelumnya diajukan untuk mengganti UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974. Seperti diketahui, isi CLD-KHI yang digagalkan MUI pada 2004 itu sangat merusak tatanan syariat Islam. Seperti perkawinan bukan ibadah, tetapi akad social kemanusiaan (muamalah); pencatatan perkawinan oleh pemerintah adalah rukun perkawinan; perempuan bias menikahkan dirinya sendiri dan menjadi wali pernikahan; mahar bisa diberikan oleh calon suami dan calon istri; poligami dilarang; pernikahan dengan pembatasan waktu boleh dilakukan; perkawinan antar agama dibolehkan; istri punya hak talak dan rujuk; hak dan kewajiban suami istri setara.

3. Jebakan Demokrasi dalam Quota 30%

Hiruk pikuk menjelang pemilihan anggota legislatif 9 April 2009 turut menyeret sederetan kaum perempuan di dalamnya. Mereka “dipaksa” ikut andil dalam proses demokratisasi guna memenuhi kuota 30 persen perempuan dalam parlemen. Parpol-parpol-pun bergerilya mencari perempuan yang bersedia menjadi anggota dewan. Dan karena system pemilihannya langsung, akhirnya sosok perempuan ngetoplah yang diuntungkan. Benar saja, kini anggota dewan perempuan disominasi kalangan artis dan publik figur. Tentu saja peran mereka sangat diragukan dalam membela kepentingan kaum muslimah dan masyarakat pada umumnya menuju tatanan kehidupan yang Islami. Bahkan, bisa jadi penghalang tegaknya kehidupan Islami karena mereka turut serta memperlancar menggelindingnya roda-roda liberalisasi melalui berbagai regulasi berbau gender. Maka upaya liberalisasi keluarga muslim pun semakin menguat.


0 komentar:

Posting Komentar